Opini
Orang Sukses Tidak Begadang dan Tidak Tidur Pagi

Dulu, aku selalu berpikir kalau begadang itu tanda kerja keras. Bayangin aja, aku sering bilang ke diri sendiri, “Ah, santai aja. Kerja malam kan lebih tenang, nggak banyak distraksi.” Alhasil, aku jadi kebiasaan tidur pagi, bahkan kadang cuma tidur beberapa jam sebelum harus bangun lagi. Awalnya, aku pikir nggak ada masalah. Selama aku bisa produktif, semuanya baik-baik aja, kan? Tapi ternyata, pola itu bikin hidupku berantakan, pelan tapi pasti.
Aku mulai ngerasain efeknya ketika pekerjaan yang biasanya gampang jadi terasa sulit. Misalnya, aku sering banget lupa hal-hal kecil, kayak janji meeting atau tugas-tugas kecil yang harusnya aku selesaikan. Rasanya kayak otakku tiba-tiba lambat banget. Daya ingatku menurun, dan fokusku gampang buyar. Yang lebih parah lagi, mood-ku jadi kacau. Aku gampang banget marah-marah tanpa alasan jelas, bahkan sama hal kecil sekalipun. Di titik itu, aku mulai mikir, “Ini nggak bener, deh. Apa aku kurang tidur?”
Setelah aku cari tahu, ternyata jawabannya ya, kurang tidur. Aku nemu banyak artikel yang ngebahas soal dampak begadang dan pentingnya tidur yang cukup. Salah satu fakta yang bikin aku kaget adalah bagaimana ritme sirkadian tubuh kita bekerja. Ritme sirkadian ini semacam jam biologis tubuh yang ngatur kapan kita harus aktif dan kapan kita harus istirahat. Biasanya, ritme ini sinkron sama siklus siang-malam. Jadi, kalau kita begadang dan tidur pagi, kita secara nggak sadar lagi “ngacak-ngacak” sistem tubuh sendiri.
Dampaknya? Banyak banget. Begadang dan tidur pagi bisa bikin kita lebih rentan terhadap penyakit, dari yang ringan kayak flu sampai penyakit serius kayak diabetes dan penyakit jantung. Serem, kan? Selain itu, aku juga baca kalau kurang tidur bisa bikin otak kita nggak maksimal saat menyerap informasi baru atau memproses ide-ide kreatif. Padahal, buat aku, ide kreatif itu salah satu aset utama dalam pekerjaan. Kalau itu aja terganggu, apa kabar karierku?
Ada satu momen yang jadi titik balik buatku. Waktu itu, aku lagi kerjaan proyek besar yang deadlinenya ketat banget. Karena panik, aku memutuskan buat begadang selama beberapa hari berturut-turut. Aku tidur cuma 2-3 jam sehari, terus langsung kerja lagi. Aku pikir, ini bakal bikin aku lebih produktif karena waktu kerjaku jadi lebih panjang. Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Di hari terakhir sebelum deadline, aku bener-bener kelelahan. Aku nggak bisa mikir jernih, dan hasil pekerjaanku jauh dari yang aku harapkan. Klien kecewa, aku pun kecewa sama diri sendiri.
Dari situ, aku sadar kalau begadang itu bukan solusi. Aku mulai coba mengubah pola hidupku. Awalnya berat banget, karena tubuhku udah terbiasa begadang. Tapi aku tahu, kalau aku nggak berubah sekarang, dampaknya bakal lebih buruk di masa depan.
Salah satu langkah pertama yang aku ambil adalah bikin jadwal tidur yang konsisten. Aku mulai tidur lebih awal, sekitar jam 10 malam, dan bangun jam 5 pagi. Awalnya, aku ngerasa aneh. Tubuhku masih “protes” karena kebiasaan lamaku. Tapi setelah beberapa minggu, aku mulai ngerasain perubahan. Bangun pagi bikin aku punya waktu lebih buat diriku sendiri. Aku bisa olahraga, meditasi, atau sekadar minum kopi sambil bikin rencana harian.
Selain itu, aku juga belajar buat bilang “tidak” ke hal-hal yang nggak penting. Dulu, aku sering banget begadang cuma buat nonton serial atau main game. Sekarang, aku lebih bijak memilih apa yang aku lakukan di malam hari. Kalau ada yang nggak penting-penting amat, aku pilih buat skip dan tidur lebih awal.
Salah satu pelajaran paling penting yang aku dapat dari perubahan ini adalah tentang cara pandangku terhadap produktivitas. Awalnya, aku pikir produktivitas itu hanya soal seberapa banyak waktu yang kita habiskan untuk bekerja. Semakin lama kita kerja, semakin produktif kita, begitu pikirku dulu. Tapi setelah aku mencoba memperbaiki pola tidurku, aku sadar kalau anggapan itu salah besar. Produktivitas bukan soal berapa lama kita bekerja, tapi lebih tentang seberapa efektif kita menggunakan waktu yang ada.
Ketika aku mulai tidur cukup dan menjaga jam tidurku lebih teratur, aku mendapati bahwa energi yang kumiliki setiap hari jauh lebih stabil. Ini berdampak besar pada fokusku. Aku ternyata mampu menyelesaikan semua tugas-tugas dengan lebih cepat dan tanpa gangguan yang berarti. Aku merasa seakan otakku menjadi lebih tajam dan siap menghadapi tantangan lebih dari sebelumnya. Sebelumnya, aku sering merasa lelah atau terpaksa harus bekerja lambat karena konsentrasiku terpecah-pecah. Tapi sekarang, aku bisa bekerja dengan ritme yang lebih baik, dan hasilnya pun jauh lebih berkualitas.
Selain itu, ada efek positif lain yang sangat aku syukuri: mood-ku membaik. Dulu, aku gampang banget bad mood. Kalau ada hal kecil yang nggak sesuai rencana, aku bisa langsung kesal dan terbawa suasana sepanjang hari. Tapi setelah tubuhku cukup istirahat, aku merasa lebih tenang. Aku jadi lebih sabar dalam menghadapi masalah, baik itu masalah pekerjaan atau kehidupan pribadi. Rasanya seperti ada ruang di dalam pikiranku untuk memproses sesuatu dengan lebih bijak.
Perubahan ini juga berdampak pada hubunganku dengan orang-orang di sekitarku. Aku jadi lebih ramah dan terbuka, yang otomatis membuat hubungan dengan teman kerja, keluarga, dan teman-teman jadi lebih harmonis. Ketika mood kita baik, kita juga memancarkan energi positif ke orang lain. Aku bahkan merasa lebih termotivasi untuk terus berkembang, baik secara pribadi maupun profesional.
Inspirasi lain yang aku dapatkan adalah dari cerita kebiasaan tidur para orang sukses. Jeff Bezos, misalnya, sangat menekankan pentingnya tidur cukup. Dia bahkan bilang kalau dia selalu mengusahakan tidur minimal 8 jam setiap malam. Alasannya? Tidur yang cukup bikin otaknya lebih tajam, dan itu sangat penting untuk mengambil keputusan besar. Hal yang sama juga dilakukan Oprah Winfrey. Dia punya kebiasaan bangun pagi untuk memulai harinya dengan refleksi dan meditasi. Dari mereka, aku belajar satu hal penting: tidur bukan tanda kemalasan. Sebaliknya, tidur adalah investasi. Investasi untuk kesehatan, kebahagiaan, dan kesuksesan kita di masa depan.
Selain memperbaiki pola tidur, aku juga belajar banyak tentang manajemen waktu di siang hari. Dulu, salah satu alasan aku sering begadang adalah karena merasa waktu siang terlalu sibuk buat menyelesaikan pekerjaan. Tapi sekarang, aku mulai menyadari kalau masalahnya bukan pada jumlah waktu, melainkan pada cara aku mengatur waktu itu. Salah satu kebiasaan baru yang sangat membantuku adalah membuat to-do list setiap pagi. Aku menuliskan semua tugas yang perlu diselesaikan dan memprioritaskan yang paling penting dulu. Dengan cara ini, aku nggak hanya bekerja lebih terorganisir, tapi juga menghindari lembur atau begadang yang sebenarnya nggak perlu.
Aku juga mulai mengurangi konsumsi kafein, terutama di sore atau malam hari. Sebelumnya, aku sering banget minum kopi sore-sore buat nge-boost energi. Tapi aku baru tahu ternyata kafein bisa bertahan lama di tubuh bahkan sampai 6-8 jam. Jadi, kalau aku minum kopi sore hari, efeknya sering kali bikin aku sulit tidur malamnya. Sekarang, aku lebih memilih teh herbal atau air putih kalau malam. Rasanya mungkin nggak sekuat kopi, tapi efeknya jauh lebih baik untuk tubuhku. Efek yang aku rasakan merasa lebih rileks sebelum tidur.
Tentu aja, ada hari-hari di mana aku nggak bisa tidur tepat waktu. Kadang ada acara khusus, pekerjaan mendesak, atau situasi tertentu yang membuatku harus begadang. Tapi aku belajar untuk nggak terlalu keras pada diri sendiri. Sesekali begadang nggak akan langsung merusak pola tidurku, selama aku tetap konsisten kembali ke jadwal normal secepat mungkin. Kuncinya adalah jangan biarkan kebiasaan buruk ini jadi rutinitas.
Hal lain yang aku sadari adalah bahwa tidur pagi atau kurang tidur bukan cuma soal fisik. Dampaknya juga sangat besar pada kesehatan mental. Aku pernah mengalami masa-masa di mana aku merasa cemas berlebihan atau overthinking, dan setelah aku refleksi, banyak dari itu disebabkan oleh kebiasaan kurang tidur. Ternyata, tidur yang cukup bukan hanya memberi energi fisik, tapi juga membantu menstabilkan emosi dan pikiran kita. Setelah memperbaiki pola tidur, perasaan cemas itu perlahan-lahan menghilang. Aku merasa lebih damai dan percaya diri dalam menjalani hari-hariku.
Sekarang, aku bisa bilang kalau memperbaiki pola tidur adalah salah satu keputusan terbaik yang pernah aku buat. Aku merasa lebih sehat, lebih bahagia, dan lebih produktif. Pola tidur yang baik benar-benar mengubah cara aku menjalani hidup. Jadi, kalau kamu sedang berjuang mengejar kesuksesan, coba perhatikan pola tidurmu. Jangan anggap remeh jam istirahat. Tidur cukup bukan hanya bikin kita lebih produktif, tapi juga membantu kita menikmati hidup dengan cara yang lebih baik. Pada akhirnya, jadi sukses itu nggak cuma urusan kerja keras. Sukses adalah soal bagaimana kita menjaga keseimbangan hidup, termasuk memberi tubuh dan pikiran kita waktu yang layak untuk beristirahat.