Opini
Filosofi Stoicism: Panduan Hidup dengan Kebijaksanaan

Tauaja.com – Jika Anda pernah merasa frustrasi dengan stres kehidupan atau terlalu terikat dengan emosi yang datang dan pergi, mungkin saatnya untuk mengenal filosofi Stoicism. Filosofi ini bukan hanya tentang berpikir secara logis atau menerima segala sesuatu yang datang, tetapi lebih pada bagaimana kita dapat mengubah cara kita merespons dunia luar untuk mendapatkan kehidupan yang lebih tenang dan bijaksana.
Pada dasarnya, Stoicism mengajarkan kita untuk fokus pada apa yang bisa kita kendalikan dan melepaskan apa yang berada di luar kendali kita. Saya ingat pertama kali saya mendalami Stoicism dan merasa sangat terhubung dengan pemikiran para tokoh besar seperti Marcus Aurelius, Seneca, dan Epictetus. Masing-masing dari mereka menawarkan pandangan yang unik, namun tetap berfokus pada prinsip yang sama: hidup dengan kebajikan dan mengelola emosi kita dengan lebih baik.
1. Prinsip Stoicism: Fokus pada Apa yang Bisa Dikuasai
Salah satu prinsip Stoicism yang paling penting adalah memisahkan antara hal-hal yang berada dalam kendali kita dan yang tidak. Ketika kita menghadapi situasi yang menantang, kita sering kali cemas tentang hasil yang tidak kita kuasai. Tapi, seperti yang diajarkan oleh Epictetus, kita hanya bisa mengontrol respons kita terhadap situasi tersebut. Itu adalah titik awal dalam stoic mindset.
Sebagai contoh, saya pernah merasa sangat frustasi saat sebuah proyek penting gagal. Saya merasa semua kerja keras saya sia-sia. Namun, melalui filosofi Stoic, saya mulai belajar bahwa saya tidak bisa mengontrol hasil akhir, tapi saya bisa mengontrol usaha dan sikap saya. Dengan demikian, saya belajar untuk tidak terlalu terbebani dengan kegagalan, melainkan untuk mengambil pelajaran dari pengalaman tersebut.
2. Teknik Stoic: Mengelola Emosi dengan Pengendalian Diri
Pengendalian diri adalah aspek kunci dari Stoicism. Seneca, salah satu tokoh Stoic terkenal, pernah menulis tentang bagaimana emosi kita seringkali dipicu oleh reaksi kita terhadap dunia, bukan oleh dunia itu sendiri. Misalnya, saat menghadapi seseorang yang tidak menyenangkan, kita bisa memilih untuk tidak membiarkan kemarahan kita meledak.
Ada berbagai teknik Stoic yang bisa kita terapkan untuk mengelola emosi kita, seperti meditasi Stoic. Ini bukan meditasi dalam pengertian yang biasa, tetapi lebih kepada merenung dan menilai kembali situasi dengan cara yang lebih objektif dan bijaksana. Dalam meditasi Stoic, kita mungkin akan merenung sejenak tentang apa yang terjadi dalam hidup kita, memisahkan antara hal yang bisa kita kontrol dan yang tidak, dan fokus untuk tetap tenang.
Pada awalnya, saya merasa aneh saat mencoba teknik ini. Saya terbiasa merespons dengan cepat, terutama saat marah atau kecewa. Namun, setelah beberapa kali latihan, saya mulai merasakan perbedaan. Saya bisa lebih sabar dan lebih bijaksana dalam merespons hal-hal yang terjadi di sekitar saya.
3. Hidup dengan Kebajikan: Kebahagiaan dalam Stoicism
Hidup dengan kebajikan adalah inti dari filosofi hidup Stoic. Ini berarti menjalani hidup dengan kualitas moral yang tinggi—dengan keberanian, kebijaksanaan, pengendalian diri, dan keadilan. Menurut para Stoic, kebahagiaan sejati tidak datang dari kekayaan atau status, tetapi dari hidup sesuai dengan kebajikan. Ketika kita menjalani hidup dengan kebajikan, kita mengurangi ketergantungan kita pada hal-hal eksternal dan lebih fokus pada pengembangan karakter.
Beberapa orang mungkin beranggapan bahwa kebahagiaan dalam Stoicism terdengar kaku atau terlalu idealis, tetapi sebenarnya, filosofi ini mengajarkan kita untuk menerima kenyataan hidup yang tidak selalu sempurna. Kebahagiaan bukanlah sesuatu yang datang dengan mudah, tetapi lebih tentang cara kita memandang dan merespons kehidupan. Bahkan dalam situasi yang sulit, kita masih bisa memilih untuk hidup dengan kebajikan dan tetap tenang dalam menghadapi kesulitan.
4. Mengubah Cara Pandang terhadap Emosi dalam Stoicism
Bicara tentang emosi dalam Stoicism, filosofi ini mengajarkan kita untuk melihat emosi dengan cara yang lebih objektif. Alih-alih membiarkan emosi kita menguasai diri, kita dilatih untuk mengenali dan memahaminya. Emosi bukanlah sesuatu yang harus kita hindari atau abaikan, tetapi sesuatu yang bisa kita kendalikan.
Sebagai contoh, saya pernah merasa sangat cemas sebelum presentasi penting di tempat kerja. Biasanya, kecemasan seperti itu bisa mengacaukan fokus saya, namun dengan pendekatan Stoic, saya mulai merenungkan perasaan itu. Saya bertanya pada diri sendiri, “Apakah saya bisa mengontrol hasil presentasi ini? Tidak. Tapi saya bisa mengontrol usaha saya, sikap saya, dan bagaimana saya menghadapinya.” Dengan memahami bahwa kecemasan itu hanyalah reaksi saya terhadap ketidakpastian, saya bisa lebih tenang dan fokus.
5. Stoicism Sebagai Jalan Hidup
Jadi, apa yang bisa kita ambil dari filosofi Stoic? Pada akhirnya, Stoicism bukan tentang hidup tanpa emosi atau tanpa rasa sakit. Ini lebih tentang bagaimana kita menghadapi tantangan dan emosi dengan kebijaksanaan, pengendalian diri, dan kebajikan. Marcus Aurelius, seorang Kaisar Romawi yang terkenal dengan pandangannya tentang Stoicism, sering menulis di buku hariannya untuk mengingatkan dirinya sendiri tentang pentingnya menerima kehidupan seperti apa adanya, tanpa terjebak dalam emosi negatif.
Filosofi Stoic mengajarkan kita untuk lebih fokus pada apa yang bisa kita kontrol dan melepaskan apa yang tidak. Dengan menerapkan prinsip Stoicism, kita bisa menjalani hidup dengan lebih tenang, bijaksana, dan penuh makna. Mungkin tidak selalu mudah, tapi percayalah, perjalanan ini akan memberikan banyak pelajaran berharga—terutama tentang diri kita sendiri.