Kesehatan
Kandungan Timbal dan Kadmium dalam Bubuk Protein: Fakta Penting untuk Konsumen

Sebuah penelitian terbaru mengungkapkan bahwa bubuk protein yang banyak dijual di pasaran ternyata dapat mengandung kadar timbal dan kadmium yang cukup mengkhawatirkan. Temuan ini paling sering ditemukan pada produk berbahan dasar nabati, organik, serta yang memiliki rasa cokelat. Informasi ini menjadi perhatian khusus bagi konsumen yang mengandalkan bubuk protein sebagai bagian dari pola makan sehat, baik untuk kebutuhan kebugaran maupun nutrisi tambahan.
Menurut Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA), tidak ada tingkat paparan timbal yang dianggap aman bagi manusia. Timbal adalah logam berat yang dapat menyebabkan kerusakan serius pada tubuh, termasuk gangguan pada sistem saraf, otak, dan perkembangan anak-anak. Sementara itu, kadmium, yang juga ditemukan dalam kadar tinggi pada beberapa bubuk protein, adalah zat karsinogenik yang berbahaya bagi jantung, ginjal, sistem pernapasan, sistem reproduksi, dan bahkan otak. Administrasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja AS (OSHA) menggolongkan kadmium sebagai salah satu bahan beracun yang dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang.
Produk Organik dan Berbasis Tanaman Paling Rentan
Penelitian ini dilakukan oleh Clean Label Project, sebuah organisasi nirlaba yang fokus pada transparansi pelabelan makanan. Hasilnya menunjukkan bahwa produk organik cenderung memiliki kandungan timbal tiga kali lebih banyak dan kadmium dua kali lebih tinggi dibandingkan produk non-organik. Selain itu, bubuk protein berbasis tanaman, seperti yang terbuat dari kedelai, kacang polong, beras, dan bahan nabati lainnya, memiliki kadar timbal tiga kali lebih tinggi dibandingkan produk berbasis whey.
Fenomena ini sebenarnya bukan hal yang sepenuhnya mengejutkan. Tanaman secara alami menyerap logam berat dari tanah tempat mereka tumbuh. Namun, tingkat kontaminasi dapat meningkat secara signifikan jika tanaman tersebut tumbuh di tanah yang telah terpapar limbah industri, penambangan, atau penggunaan pestisida dan pupuk tertentu. Oleh karena itu, meskipun produk organik sering kali dianggap lebih sehat, risiko kontaminasi logam berat tetap ada, terutama jika bahan bakunya berasal dari daerah yang tanahnya terkontaminasi.
Cokelat sebagai Sumber Kontaminasi Tambahan
Salah satu temuan paling menarik dari penelitian ini adalah bahwa produk bubuk protein beraroma cokelat mengandung kadar timbal empat kali lebih banyak dan kadmium hingga 110 kali lebih tinggi dibandingkan produk beraroma vanila. Hal ini disebabkan oleh sifat alami kakao, bahan utama dalam cokelat, yang cenderung menyerap logam berat dari tanah tempatnya tumbuh. Meskipun kakao kaya akan flavonoid dan antioksidan, manfaat ini harus diimbangi dengan risiko paparan logam berat yang tinggi.
Faktanya, sebuah studi pada Juli 2024 menemukan bahwa 43% dari 72 produk cokelat hitam melebihi batas maksimum paparan timbal yang diizinkan oleh Proposisi 65 California, yaitu 0,5 bagian per juta. Proposisi 65 adalah undang-undang di California yang menetapkan batas ketat untuk paparan berbagai bahan kimia berbahaya, termasuk logam berat. Undang-undang ini sering dianggap lebih progresif dibandingkan regulasi federal di Amerika Serikat.
Kontaminasi Logam Berat: Masalah Global
Jaclyn Bowen, direktur eksekutif Clean Label Project, menekankan bahwa kontaminasi logam berat adalah masalah global dalam keamanan pangan. Bahkan produk yang dipasarkan sebagai makanan sehat tidak kebal terhadap ancaman ini. Banyak konsumen mungkin tidak menyadari bahwa produk yang mereka anggap aman sebenarnya mengandung bahan berbahaya dalam kadar yang signifikan.
Namun, laporan ini tidak lepas dari kritik. Dewan Nutrisi yang Bertanggung Jawab (CRN), sebuah asosiasi industri yang mewakili produsen suplemen, menyatakan bahwa laporan tersebut kurang transparan dalam menjelaskan kriteria yang digunakan untuk menentukan ambang batas kontaminasi serta bagaimana produk dipilih untuk diuji. CRN juga mencatat bahwa teknik analitik modern mampu mendeteksi bahkan kadar logam berat yang sangat kecil, yang sering kali berada jauh di bawah ambang batas keamanan yang ditetapkan oleh badan-badan federal seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) dan EPA.
Penurunan Kandungan BPA dalam Bubuk Protein
Selain logam berat, penelitian ini juga memeriksa kandungan bisphenol A (BPA) dan bisphenol S (BPS), bahan kimia yang dikenal sebagai pengganggu hormon. Paparan bahan kimia ini telah dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan, mulai dari kelainan perkembangan janin, berat badan lahir rendah, hingga gangguan otak dan perilaku pada anak-anak. Pada orang dewasa, BPA dan BPS dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2, penyakit jantung, kanker, serta kematian dini.
Namun, laporan tahun 2024 membawa kabar baik terkait BPA. Dari 160 produk bubuk protein yang diuji, hanya tiga yang mengandung BPA dan BPS, dibandingkan dengan 55% produk yang diuji dalam laporan serupa pada tahun 2018. Penurunan ini menunjukkan adanya kemajuan dalam mengurangi penggunaan bahan kimia berbahaya dalam produksi bubuk protein.
Proposisi 65 California sebagai Acuan
Untuk menilai kadar logam berat dalam bubuk protein, para peneliti menggunakan batas yang ditetapkan oleh Proposisi 65 California sebagai acuan. Undang-undang ini dikenal sebagai salah satu yang paling ketat dalam mengatur paparan bahan kimia berbahaya. Dari 160 sampel yang diuji, 47% melebihi batas yang ditetapkan oleh Proposisi 65. Bahkan, 21% dari produk tersebut memiliki kadar logam berat dua kali lipat lebih tinggi dari ambang batas yang diizinkan.
Produk berbasis tanaman dan organik paling sering melanggar batasan ini, dengan hampir 80% produk yang diuji melebihi batas untuk timbal. Sebaliknya, hanya 26% produk berbasis kolagen dan 28% produk berbasis whey yang melampaui batas tersebut.
Langkah Cerdas untuk Konsumen
Meskipun temuan ini cukup mengkhawatirkan, bukan berarti Anda harus berhenti menggunakan bubuk protein sebagai bagian dari gaya hidup sehat. Sebaliknya, konsumen dapat mengambil langkah-langkah cerdas untuk meminimalkan risiko. Bubuk protein berbasis kacang polong adalah pilihan terbaik bagi mereka yang menjalani diet nabati, karena cenderung memiliki kadar logam berat yang lebih rendah. Jika Anda tidak memiliki batasan diet tertentu, bubuk protein berbasis whey atau telur dengan rasa vanila merupakan alternatif yang lebih aman.
Selain itu, konsumen disarankan untuk lebih proaktif dalam mencari informasi tentang produk yang mereka gunakan. Menghubungi produsen untuk menanyakan kadar kontaminan dalam produk mereka adalah langkah yang bijak. Menuntut transparansi dari produsen dapat membantu memastikan bahwa produk yang Anda konsumsi aman dan berkualitas.
Jaclyn Bowen juga mengingatkan bahwa masalah kontaminasi logam berat tidak akan hilang dalam waktu dekat. Oleh karena itu, penting bagi konsumen untuk tetap waspada dan terus mencari informasi yang dapat membantu melindungi kesehatan mereka. Dengan memilih produk yang lebih aman dan menghindari paparan yang tidak perlu, Anda dapat tetap menjaga gaya hidup sehat tanpa harus mengorbankan kesehatan jangka panjang.
Sumber : CNN