tauaja.com

Blog

Trump Rencanakan Pemindahan Warga Gaza ke Negara-Negara Lain

Published

on

Trump Rencanakan Pemindahan Warga Gaza ke Negara-Negara Lain

Laporan terbaru mengungkap bahwa Donald Trump tengah mempertimbangkan untuk memindahkan warga Gaza ke beberapa wilayah lain, termasuk Maroko, Puntland di Somalia, dan Somaliland. Rencana kontroversial ini diduga sebagai bagian dari strategi mantan Presiden Amerika Serikat untuk menguasai Jalur Gaza setelah diambil alih oleh Israel. Informasi ini pertama kali disampaikan oleh Channel 12 Israel.

Menurut laporan tersebut, Washington berharap bisa memanfaatkan ketergantungan beberapa wilayah tersebut terhadap pengakuan dari Amerika Serikat untuk melancarkan rencana ini. Maroko, misalnya, sedang mencari pengakuan atas klaimnya terhadap Sahara Barat yang disengketakan. Sementara itu, Somaliland dan Puntland masih berjuang untuk memperoleh pengakuan global sebagai negara merdeka.

Rencana ini muncul setelah Trump menyatakan bahwa Gaza akan diserahkan kepada Amerika Serikat oleh Israel sebagai bagian dari strategi mengusir penduduk Palestina ke negara-negara tetangga dan mengambil alih wilayah tersebut. Ia juga menegaskan bahwa negara-negara sekitar seperti Mesir dan Yordania akan menerima para pengungsi Palestina, meskipun kedua negara tersebut secara terbuka menolak segala bentuk pemindahan paksa.

Pernyataan Trump ini langsung menuai kritik tajam dari Palestina, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), serta negara-negara Arab. Mereka menganggap rencana ini sebagai ancaman besar terhadap solusi dua negara, yang selama ini dipandang sebagai cara terbaik untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina.

Lebih lanjut, Trump juga berencana untuk memindahkan sekitar 100.000 warga Palestina ke beberapa negara lain, termasuk Albania dan Indonesia. Albania disebut-sebut sebagai tujuan potensial karena kondisi ekonominya yang masih berkembang dan kebutuhan akan tenaga kerja, sehingga bisa dijadikan insentif untuk menerima para pengungsi Palestina.

Sementara itu, rencana ini mendapat dukungan dari Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, yang bahkan mengusulkan agar negara-negara seperti Spanyol, Irlandia, dan Norwegia, yang telah mengkritik aksi militer Israel di Gaza, juga menerima pengungsi Palestina. Menurutnya, negara-negara yang menentang tindakan Israel secara hukum berkewajiban untuk menampung mereka yang terdampak konflik.

Namun, usulan ini langsung mendapat penolakan tegas dari pemerintah Spanyol. Menteri Luar Negeri Spanyol, Jose Manuel Albares, menyatakan bahwa tidak ada alasan untuk mendebat ke mana warga Palestina dari Gaza seharusnya pergi, karena tempat mereka tetap di Gaza. Ia menegaskan bahwa wilayah tersebut adalah bagian dari masa depan negara Palestina, yang diakui oleh mayoritas negara di dunia.

Albares juga menekankan pentingnya bantuan kemanusiaan bagi warga Gaza, yang telah menderita akibat serangan tanpa pandang bulu yang telah merenggut puluhan ribu nyawa. Ia menambahkan bahwa prioritas saat ini adalah membangun kembali Gaza sebagai langkah awal menuju kemandirian Palestina.

Hal serupa disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri Irlandia, yang mengecam pernyataan Israel Katz sebagai sesuatu yang tidak membantu dan hanya memperkeruh keadaan. Mereka menekankan bahwa tujuan utama haruslah meningkatkan skala bantuan kemanusiaan secara besar-besaran, memulihkan layanan dasar, dan menciptakan kerangka kerja yang memungkinkan para pengungsi kembali ke rumah mereka.

Pada tahun lalu, Spanyol, Irlandia, dan Norwegia telah secara resmi mengakui negara Palestina sebagai bagian dari upaya diplomatik untuk menekan Israel agar menghentikan agresi militernya di Gaza. Langkah ini memicu kemarahan Israel, yang kemudian menarik duta besarnya dari ketiga negara tersebut.

Hingga saat ini, lebih dari dua pertiga anggota PBB, atau sekitar 140 negara, telah mengakui Palestina sebagai negara yang berdaulat. Sejak Oktober 2023, ketika Israel memulai serangannya terhadap Gaza, lebih dari 47.583 orang tewas dan 111.633 lainnya mengalami luka-luka, dengan mayoritas korban adalah wanita dan anak-anak.

Konflik ini juga telah menyebabkan sekitar 2,3 juta penduduk Gaza menjadi pengungsi di wilayah mereka sendiri. Sebagian besar infrastruktur di daerah tersebut hancur lebur, membuat kehidupan sehari-hari semakin sulit bagi penduduk yang tersisa.

Pada 15 Januari, setelah gagal mencapai target utamanya, yaitu mengeliminasi Hamas dan membebaskan para tawanan, Israel akhirnya menyetujui kesepakatan gencatan senjata dengan kelompok perlawanan Palestina, Hamas. Kesepakatan ini menandai salah satu titik penting dalam konflik berkepanjangan yang telah berlangsung selama lebih dari satu tahun.

Meskipun demikian, masa depan Gaza masih belum pasti, dengan adanya tekanan internasional yang semakin meningkat untuk menemukan solusi damai yang berkelanjutan bagi rakyat Palestina. Banyak pihak menilai bahwa tanpa keadilan dan pengakuan terhadap hak-hak Palestina, perdamaian sejati akan sulit terwujud.

 

Sumber : PressTV

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *