tauaja.com

Blog

Pemagaran Laut Ilegal di Tangerang Memicu Gangguan Akses Nelayan, KKP Lakukan Penyegelan

Published

on

Pemagaran Laut Ilegal di Tangerang Memicu Gangguan Akses Nelayan, KKP Lakukan Penyegelan

Pemagaran laut ilegal sepanjang 30,16 kilometer di wilayah perairan Tangerang baru-baru ini menjadi sorotan publik, terutama karena dampaknya terhadap aktivitas nelayan setempat. Pagar yang terbuat dari bambu ini dibangun hingga menjorok ke laut, dan diduga telah menghalangi akses nelayan untuk melaut. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bertindak tegas dengan melakukan penyegelan terhadap pagar tersebut karena pemasangannya yang tanpa izin. Langkah ini diambil setelah semakin banyak nelayan yang mengeluhkan kesulitan dalam beraktivitas di laut akibat adanya pagar tersebut.

Pung Nugroho Saksono, yang menjabat sebagai Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), langsung memimpin proses penyegelan pagar laut yang dipasang secara ilegal di enam kecamatan di Kabupaten Tangerang. Menurut penjelasan Ipunk, sapaan akrab Pung Nugroho, pagar bambu yang dibangun itu menyerupai pagar yang membatasi suatu wilayah, seolah-olah laut tersebut dimiliki oleh pihak tertentu. Ia menyatakan bahwa pembangunan pagar yang melintasi perairan tersebut sangat tidak tepat, karena laut bukanlah milik individu atau kelompok tertentu, melainkan milik negara dan harus dikelola dengan baik untuk kepentingan bersama.

“Dalam pengamatan kami, pagar ini seperti mengurung wilayah perairan seolah-olah milik satu atau dua orang saja. Padahal, laut adalah milik negara dan tidak dapat dimiliki oleh siapapun. Kami tidak bisa membiarkan hal seperti ini terus berlanjut,” jelas Ipunk. Dia menambahkan bahwa pagar tersebut telah menimbulkan kesulitan besar bagi nelayan yang biasa berlayar di wilayah tersebut. Akses nelayan ke laut menjadi sangat terbatas, bahkan beberapa nelayan kecil yang menggunakan kapal dengan kapasitas terbatas seringkali menabrak pagar saat melaut, terutama pada malam hari.

Kejadian ini sangat disayangkan karena nelayan kecil, yang mayoritas menggunakan kapal berkapasitas dua hingga tiga gross ton (GT), merasakan dampak langsung dari keberadaan pagar tersebut. Dalam pertemuannya dengan beberapa nelayan setempat, Ipunk mendengar keluhan mereka mengenai kesulitan yang dihadapi saat melewati area yang dipagari tersebut. Beberapa nelayan mengungkapkan bahwa mereka sering kali harus berhati-hati agar tidak menabrak pagar tersebut saat berlayar pada malam hari. “Kami tanya-tanya kepada nelayan yang melintas, dan mereka mengatakan bahwa sering kali mereka menabrak pagar ini saat keluar-masuk laut. Ini sangat menyulitkan bagi mereka yang memiliki kapal kecil,” ujar Ipunk.

Pada Kamis (9 Januari 2025), penyegelan pagar laut ilegal tersebut dilaksanakan berdasarkan instruksi langsung dari Presiden Prabowo Subianto, yang telah memberikan arahan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, untuk segera mengambil langkah tegas terkait hal ini. Menteri Sakti Wahyu Trenggono kemudian menyampaikan instruksi tersebut kepada Ipunk untuk memastikan bahwa pagar laut ilegal ini segera dihentikan. Ipunk menyebutkan bahwa tindakan penyegelan ini adalah langkah yang harus diambil demi menjaga agar hak akses ke laut bagi nelayan tidak terganggu oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

“Kami tidak bisa membiarkan hal ini terus berlangsung. Negara tidak boleh kalah dalam masalah ini. Setelah mendapatkan instruksi langsung dari Menteri, kami segera melakukan penyegelan agar situasi ini dapat diselesaikan,” ujar Ipunk. Penyegelan tersebut diharapkan dapat mencegah kerugian lebih lanjut bagi para nelayan yang terdampak oleh keberadaan pagar tersebut.

Pemagaran laut ilegal yang terjadi di perairan Tangerang ini menuai kritik dari banyak pihak, terutama karena dianggap merugikan nelayan yang menggantungkan hidupnya di laut. Selain menghalangi jalur pelayaran, keberadaan pagar tersebut juga dinilai melanggar aturan mengenai Pemanfaatan Ruang Laut. Pemasangan pagar laut yang dilakukan tanpa izin dari pihak berwenang, khususnya Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL), membuat tindakan tersebut semakin disorot. Ipunk menegaskan bahwa pemasangan pagar laut yang tidak memiliki izin ini harus segera dihentikan, karena dapat menyebabkan kerugian bagi masyarakat pesisir dan nelayan.

Selain itu, Ipunk juga mengingatkan bahwa laut merupakan ruang yang harus dikelola dengan baik dan adil. Tidak boleh ada pihak yang merasa memiliki wilayah laut untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Ia menambahkan bahwa meskipun pembangunannya dilakukan dengan tujuan tertentu, pagar yang menjorok ke laut tersebut tetap harus tunduk pada peraturan yang berlaku, dan jika tidak memenuhi persyaratan, maka perlu segera dibongkar.

Dalam proses penyegelan, Ipunk bertemu langsung dengan sejumlah nelayan yang mengeluhkan dampak dari pagar laut ilegal ini. Beberapa nelayan mengatakan bahwa mereka merasa sangat terganggu dengan keberadaan pagar yang menghalangi jalur pelayaran mereka. “Kami, nelayan kecil, sering kesulitan melewati pagar ini, terutama di malam hari. Ini sangat merugikan kami yang menggunakan kapal kecil,” kata salah seorang nelayan yang ditemui Ipunk.

Ipunk juga menambahkan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam terhadap tindakan yang merugikan masyarakat pesisir dan nelayan kecil. “Kami akan terus mengawasi agar tidak ada lagi pemagaran laut tanpa izin yang mengganggu aktivitas nelayan. Kami akan bertindak tegas untuk menjaga agar laut tetap terbuka untuk semua,” tegasnya.

Keputusan untuk melakukan penyegelan ini mencerminkan komitmen Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam menjaga keberlanjutan sumber daya laut serta memastikan bahwa hak nelayan untuk mengakses perairan tidak terganggu oleh praktik ilegal. Selain itu, tindakan ini juga merupakan bentuk respons terhadap keluhan yang diterima dari masyarakat nelayan setempat yang merasa dirugikan oleh adanya pagar laut tersebut.

Secara keseluruhan, langkah penyegelan pagar laut ilegal ini menjadi bukti bahwa negara memiliki kewajiban untuk melindungi hak-hak masyarakat pesisir, terutama nelayan, dalam mengakses sumber daya alam yang ada di laut. Tindakan yang tegas dan tepat waktu diharapkan dapat mengatasi masalah serupa di masa depan dan memastikan bahwa perairan laut tetap menjadi ruang yang adil dan terbuka bagi seluruh masyarakat.

 

Sumber : Detik.com

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *