tauaja.com

Blog

Jurnalis AS Dikeluarkan dari Konferensi Pers Blinken Karena Pertanyakan Peran AS di Gaza

Published

on

Jurnalis AS Dikeluarkan dari Konferensi Pers Blinken Karena Pertanyakan Peran AS di Gaza
Polisi AS secara paksa mengeluarkan jurnalis veteran Sam Husseini dari konferensi pers terakhir Menteri Luar Negeri Anthony Blinken pada Kamis, 16 Januari 2025.

Seorang jurnalis independen Amerika, Sam Husseini, mengalami insiden yang mengejutkan ketika ia ditarik keluar secara paksa dari konferensi pers Menteri Luar Negeri AS, Anthony Blinken. Peristiwa ini terjadi setelah Husseini dengan lantang mempertanyakan peran Amerika Serikat dalam konflik di Gaza, yang ia sebut sebagai “genosida” yang didukung oleh Washington.

Pada Kamis malam, Husseini, yang dikenal sebagai kritikus lama kebijakan luar negeri AS, diusir oleh polisi dari ruangan tersebut. Sambil berteriak, ia menyebut Blinken sebagai seorang “kriminal” dan mempertanyakan mengapa sang diplomat tidak diadili di Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) di Den Haag.

“Kenapa Anda tidak di Den Haag?” teriak Husseini, merujuk pada lokasi ICC yang menangani kasus-kasus kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Ia juga menuduh pemerintah AS tidak memberikan ruang bagi kebebasan pers yang sejati. “Anda berbicara soal kebebasan pers, tetapi saya tidak bisa bertanya meskipun telah diberitahu oleh juru bicara Matt Miller bahwa pertanyaan saya tidak akan dijawab,” katanya dengan nada frustrasi.

Ketegangan meningkat ketika Blinken, yang sedang memberikan pernyataan terkait pengumuman gencatan senjata di Gaza oleh Presiden Joe Biden, meminta Husseini untuk “menghormati proses”. Namun, Husseini tidak mundur dan terus melontarkan pertanyaan tajam, menyebutkan bahwa organisasi seperti Amnesty International dan ICJ telah menuduh Israel melakukan genosida di Gaza.

Husseini bukan satu-satunya yang melontarkan kritik dalam konferensi tersebut. Max Blumenthal, seorang jurnalis dari The Grayzone, juga mempertanyakan keputusan AS yang terus mendukung serangan Israel dengan memasok bom. “Kenapa Anda terus mengirim bom ketika kami sudah memiliki kesepakatan pada Mei?” tanya Blumenthal. Ia juga menyesalkan kehancuran yang dialami teman-temannya di Gaza akibat kebijakan AS.

Namun, seperti Husseini, Blumenthal juga diusir dari ruangan oleh petugas keamanan. Kedua insiden ini menjadi sorotan publik, terutama karena keduanya menyoroti kebijakan luar negeri AS yang kontroversial di Timur Tengah.

Setelah insiden tersebut, Husseini membagikan pengalamannya di media sosial X, menyebut bahwa ia mencoba mengajukan serangkaian pertanyaan sebelum akhirnya dikeluarkan secara paksa dan diborgol. Ia juga mengkritik penggunaan kekuatan yang menurutnya “sangat berlebihan”.

Yvonne Ridley, seorang jurnalis Inggris, memberikan dukungannya kepada Husseini melalui komentar di unggahan tersebut. “Itu adalah usaha yang heroik, Sam, tetapi pertanyaan terakhir Anda akan terus terngiang di telinganya. Tidak ada komentar pintar atau balasan dari dia (Blinken). Tidak ada jalan kembali. Dia akan selalu ternoda oleh ini,” tulis Ridley.

Insiden ini memicu diskusi luas di media sosial dan komunitas jurnalisme tentang kebebasan pers di Amerika Serikat. Banyak yang mempertanyakan apakah tindakan pengusiran tersebut mencerminkan nilai-nilai demokrasi yang sering diklaim oleh pemerintah AS.

Konflik di Gaza kembali memanas sejak Oktober 2023, ketika kelompok perlawanan Palestina, Hamas, melancarkan Operasi Banjir Al-Aqsa sebagai tanggapan atas penindasan yang berlangsung selama puluhan tahun oleh rezim Israel. Sebagai balasan, Israel melancarkan serangan besar-besaran ke wilayah Gaza dengan dukungan penuh dari Amerika Serikat dan sekutunya.

Hingga saat ini, serangan tersebut telah menewaskan lebih dari 46.788 warga Palestina, sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak. Selain itu, lebih dari 110.450 orang terluka, sementara ribuan lainnya masih hilang dan diyakini terkubur di bawah reruntuhan. Situasi kemanusiaan di Gaza pun semakin memburuk, dengan akses terbatas ke kebutuhan dasar seperti air, makanan, dan obat-obatan.

Pada November tahun lalu, ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. Namun, hingga kini, tidak ada tindakan konkret yang diambil untuk menegakkan keputusan tersebut.

Keterlibatan Amerika Serikat dalam konflik ini terus menjadi sorotan. Banyak pihak menuduh Washington memberikan dukungan tanpa syarat kepada Israel, termasuk dalam bentuk bantuan militer dan diplomatik. Langkah ini dinilai bertentangan dengan upaya internasional untuk mencari solusi damai bagi konflik Palestina-Israel.

Husseini dan Blumenthal, melalui tindakan mereka, mencoba menarik perhatian pada apa yang mereka anggap sebagai kegagalan moral dan politik pemerintah AS. Dengan mempertanyakan Blinken secara langsung, mereka berharap dapat membuka ruang diskusi yang lebih luas tentang peran AS dalam konflik tersebut.

Namun, respons yang mereka terima justru menunjukkan betapa sulitnya menyuarakan pandangan kritis di tengah dominasi narasi resmi. Pengusiran mereka dari konferensi pers menyoroti tantangan yang dihadapi jurnalis independen dalam mengungkap kebenaran, terutama ketika berhadapan dengan kekuatan politik yang besar.

Insiden ini juga menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana kebebasan pers benar-benar dihormati di Amerika Serikat. Meskipun negara ini sering dipuji sebagai simbol demokrasi dan kebebasan, tindakan terhadap Husseini dan Blumenthal menunjukkan adanya batasan yang ketat ketika jurnalis mencoba mempertanyakan kebijakan pemerintah secara langsung.

Dalam situasi seperti ini, penting untuk mengingat bahwa kebebasan pers bukan hanya tentang hak untuk melaporkan berita, tetapi juga tentang kemampuan untuk mengajukan pertanyaan sulit kepada mereka yang berkuasa. Tanpa itu, demokrasi kehilangan salah satu elemen kunci yang membuatnya tetap hidup.

Insiden yang melibatkan Sam Husseini dan Max Blumenthal di konferensi pers Anthony Blinken bukan hanya sekadar insiden kecil di panggung politik. Ini adalah cerminan dari ketegangan yang lebih besar antara jurnalisme independen dan kekuatan politik yang mencoba mengontrol narasi. Dengan meningkatnya tekanan terhadap kebebasan pers di berbagai belahan dunia, insiden ini menjadi pengingat akan pentingnya melindungi hak jurnalis untuk bertanya dan mengungkap kebenaran, terlepas dari seberapa tidak nyamannya pertanyaan tersebut bagi mereka yang berkuasa.

Sumber : BBC

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *